Friday, June 23, 2006

Bush

Hari-hari belakangan ini kita mendapatkan tontonan realitas di luar kebiasaan: siaran langsung perang Irak, sadisme manusia satu terhadap manusia lainnya, pembantaian ribuan orang hanya karena ambisi sempit. Tontonan itu diimbangi dengan tontonan lain yang tak kalah menarik: jutaan orang, ratusan juta bahkan, di berbagai negara menolak perang yang dilakukan Bush dan pasukannya. Bahkan penduduk Amerika sendiri.

Barangkali, di saat-saat seperti inilah kita layak merindukan kejayaan Uni Sovyet di masa lalu, sebagai kekuatan pengimbang. Runtuhnya Uni Sovyet memunculkan dunia yang timpang: adi daya tunggal. Karena merasa besar sendirian, Amerika di tangan Bush tak ubahnya seperti raksasa di tengah kurcaci-kurcaci pesuruh. Kekuatan hegemonik ini mengancam bangunan kebudayaan dan peradaban yang dibangun bersama oleh semua negara, bahkan oleh Amerika sendiri.

Perang sudah terjadi, Bush sudah nyata-nyata menutup mata dan telinganya dari himbauan, ajakan, hujatan, bahkan kutukan jutaan manusia lain yang menolak perang. Adakah yang bisa kita lakukan? Jelas ada. Turun ke jalan menolak perang, berteriak mengutuk mengalirnya darah manusia, empati terhadap rakyat yang menjadi korban perang ini. Atau sekedar berdoa dan menyatakan ketidaksetujuan dalam hati, meskipun itu adalah bentuk keimanan yang paling lemah.


Editorial al-Tasamuh, Maret 2003, saat berkecamuk perang Irak

Friday, June 02, 2006

Tuhan yang Asing

Tiba-tiba Tuhan jadi bengis
golok tajam terasah
batu memecah kaca dan kepala
kepalan tangan berangus tafsir sang liyan

Tiba-tiba Tuhan tak lagi kasih
sumpah serapah dan caci
kebencian dan kebengisan
atas namaNya

Tiba-tiba Tuhan sangat asing
tak di hati, tak di dahi
apatah urat nadi

Tiba-tiba aku tak mengenalNya lagi

Njrakah, 24 Mei 2006


Balonku ada berapa ya?